Beritajurnal.id

Klarifikasi Kematian Siswi SMAN 3 Madiun, Polisi Tidak Perlu Outopsi, Mubazir...!?

AKP Sujarno, Polisi tidak melakukan Outopsi karena pihak keluarga sudah iklhas.(foto Saliem)

Beritajurnal.id - Polres Madiun Kota mengklarifikasi isu tentang meninggalnya GP (16), siswi Kelas 10 SMAN 3 Taruna Angkasa, Madiun, Jawa Timur, yang dinyatakan meninggal dunia pada 12 Juni 2024 lalu. Tidak tanggung tanggung, dalam kegiatan tersebut, Polresta Madiun mengundang sejumlah awak media dan membawa sejumlah alat bukti berupa salinan rekam medis dan surat pernyataan dari keluarga GP.

Kasat Reskrim Polresta Madiun, AKP Sujarwo, mengatakan, polisi telah melakukan penyelidikan dengan mengklarifikasi pihak sekolah, pihak rumah sakit dan pihak keluarga dan sepakat bahwa GP meninggal karena sakit. Kesimpulan tersebut berdasarkan pertama, dalam rekam medis disimpulkan tidak ditemukan tanda tanda kekerasan pada jasad GP.

"Kedua, dalam catatan rekam medis yang dikeluarkan dua rumah sakit, yakni RSUD Sogaten , Kota Madiun dan RSUD Widodo, Ngawi disimpulkan bahwa yang bersangkutan meninggal karena sakit infeksi otak yang dipicu dari penyakit dalam yang sebelumnya diderita," kata Kasat Reskrim Polresta Madiun, Kamis (27/6).

Menurut Sujarno, dari dua alat bukti tersebut dijadikan dasar faktor hukum dilapangan hasil penyelidikan yang dilakukan Polresta Madiun. Dalam hasil rekam medis juga menyimpulkan bahwa, yang bersangkutan mengalami infeksi paru yang berdampak pada infeksi otak dengan tanda tanda GP mengalami panas selama dua hari, tidak sadar, kejang kejang, kaku kemudian Leokusit tinggi mencapai 26.600 over 3 x normal.

"Dan hasil rontgen dada ada bronkitis, untuk kepala normal. Sedang dari hasil rekam medis RS Soedono, dinyatakan bahwa dalam pemeriksaan fisik normal tidak ada tanda tanda kekerasan," ujar Sujarno.

Dia, mengaku berkaitan dengan hasil rekam medis yang menyatakan adalah ahli kedokteran, sehingga pihak kepolisian bisa menyimpulkan bahwa dari keterangan para ahli tersebut, tidak ada petunjuk ataupun yang mengarah pada kekerasan fisik sebelumnya maka polisi menyatakan yang bersangkutan meninggal dunia karena sakit dan tidak ditemukan unsur lain.

"Himbauan kami kepada masyarakat umum khalayak ramai mohon tidak membuat berita hoax yang bisa menyesatkan dengan tulisan tulisan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan di sosial media (Sosmed)," harapnya.

Mantan Kanit Reskrim Polsek Taman, tersebut juga mengingatkan, barang siapa yang menyebarkan berita hoax yang menyesatkan masyarakat dapat dituntut dengan Pasal 28 Junto Pasal 45 UU ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. "Maka dari itu kami mengingatkan kepada masyarakat tolong jangan membuat gaduh, jangan membuat suasana menjadi tidak kondusif," tegas Kasat Reskrim.

Dengan berdasarkan himbauan ini, polisi akan menindaklanjuti kepada akun pengguna media sosial yang membuat berita hoax dan kepada akun akun yang menyebarkan isu penganiayaan di SMAN 3 Taruna Angkasa segera memahami dan sadar bahwa isu tersebut tidak benar. "Bahkan polisi mendapatkan rekam medis dari pihak keluarga. Jadi itu berita tidak benar, bahkan pihak keluarga sudah bersedia membuat surat pernyataan dan sudah mengikhlaskan kematian anandanya" terang Sujarno.

Bahkan tentang outopsi, polisi tidak melakukan outopsi karena tidak ditemukan tanda tanda awal sehingga mubazir dilakukan dan yang lebih penting pihak keluarga sudah iklhas menerima. Namun, begitu polisi siap menerima laporan setiap saat jika ada perkembangan tentunya dengan syarat didukung dengan petunjuk dan alat bukti.

Sebelumnya dilansir dari lenteratoday.com , GP (16) warga Desa/Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, salah satu siswi kelas 10 SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun, meninggal dunia setelah mendapat perawatan medis di rumah sakit. Bagus Handoyo yang juga orang tua GP menyesalkan tindakan pihak sekolah yang dinilai tidak terbuka tentang kondisi anaknya. Selain itu, saat minta hasil laboratorium, petugas rumah sakit tidak mau memberikan kepada keluarga GP, sehingga kejadian tersebut viral di sosial media.(lem)
Lebih baru Lebih lama