Beritajurnal.id

Harapan Rakyat Pasca Pemilu 2024 dan Refleksi Proses


Artikel ini ditulis oleh Ali Makhrus, Bidang Kajian Strategis dan Penelitian PC Lakpesdam NU Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Beritajurnal.id - Dentuman harapan perubahan paska pemilu 2024 sangat kuat hingga ke akar rumput, menjadi topik utama di berbagai sudut masyarakat, terutama untuk kaum intelektual.

Pasalnya, terwujud tidaknya mimpi Indonesia emas 2045 akan sangat ditentukan oleh siapa pemimpin terpilih.

Tiga pasang calon presiden-wakil presiden membawa gerbong dengan gagasan yang cukup berbeda satu sama lain.

Persaingan keras antar paslon tidak luput pula menyeret para pendukung masing-masing kandidat terhadap perdebatan-perdebatan gagasan.

Jika pada periode-periode sebelumnya rakyat kecil sangat mudah terbawa oleh penggiringan opini, pada pemilu kali ini, masyarakat kita sudah berada pada situasi yang semakin melek teknologi.

Ditambah lagi, masing-masing calon sudah menggunakan cara kekinian yang memudahkan gagasan mereka diserap dan dimengerti oleh masyarakat.

Adanya video-video pendek berisi parodi perbedaan gagasan masing-masing calon, juga adanya teknologi AI (artificial intelegence) yang canggih juga menarik kalangan muda untuk tidak sekedar datang ke bilik TPS, tapi benar-benar mengamati secara kritis perbedaan dari kebijakan-kebijakan yang rencananya akan diambil oleh masing-masing calon pemimpin tersebut.

Saat ini, pasca pemilu 2024, masyarakat mulai menaruh harapan mereka kepada pemimpin yang akan ditetapkan oleh KPU mendatang.

Anak-anak muda dengan segala kekritisannya mengharapkan pemerintah bisa menyediakan lowongan pekerjaan yang cukup serta meningkatnya jumlah beasiswa kuliah agar mereka bisa mengakses pendidikan tinggi dengan lebih mudah.

Hal ini juga selaras dengan fakta bahwa saat ini Indonesia mengalami bonus demografi, dimana jumlah anak muda Indonesia sangat melimpah.

Jika hal ini tidak diimbangi dengan pendidikan dan skill yang bagus, anak muda kita akan masuk ke dalam zona yang sangat sulit, baik untuk mendapatkan pekerjaan maupun mendirikan usaha sendiri.

Di sisi lain, masyarakat kecil juga memiliki banyak harapan. Salah satu yang utama adalah menurunnya bahan pokok.

Setelah digulirkannya bantuan beras secara massif oleh pemerintah pusat, harga beras menjadi melambung tinggi di luar prediksi rakyat kecil, dari yang sebelumnya di pasaran hanya Rp. 10.500/kg kini menjadi Rp. 17.000/Kg. 

Melambungnya harga beras ini sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi warga karena beras menjadi komoditas utama yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

Di sektor pendidikan, para guru juga menaruh harapan yang besar akan adanya gaji untuk guru honorer yang bisa setara dengan UMR.

Guru menjadi tonggak utama perubahan pendidikan Indonesia. Namun hingga 78 tahun Indonesia merdeka, pemerintah masih belum berhasil menemukan formulasi untuk membuat gaji guru honorer bisa cukup.

Masyarakat tani juga memiliki aspirasi besar akan mudahnya mendapatkan pupuk subsidi pemerintah. Hal ini dikarenakan adanya pupuk subsidi pemerintah yang sangat terbatas membuat petani tidak bisa memaksimalkan lahan sawah mereka karena harga pupuk non-subsidi yang sangat tinggi.

Refleksi Proses Pemilu

Terlepas dari beragam harapan di atas, Pemilu 2024 secara umum telah berjalan sebagaimana mestinya, termasuk keterbukaan berbagai tahapan dan proses pemilu.

Kondisi seperti ini patut kita syukuri, mengingat sinisisme pihak tertentu yang terus menghembuskan hal-hal yang telah dijalankan menurut peraturan dan tata hukum yang berlaku.

Beberapa catatan sering penulis dengar dari peserta pemilu antara lain yaitu: pertama pendeknya masa kampanye. Waktu yang singkat ini tentu saja berimbas pada kekuatan dan kemampuan dana politik dan jejaring politik.

Situasi tersebut seolah menutup peluang bagi mereka yang secara kasat mata lemah hal tersebut, seperti struktur tim kampanye.

Imbasnya, paslon yang lemah jejaring strukturalnya sudah barang tentu akan tergilas dengan otomatis.

Kedua yakni reproduksi kekuasaan yang erat dengan paslon tertentu. Penampakan seperti ini, dalam istilah Marxian disebut dengan pengkondisian insfrastruktur dan suprastruktur untuk jadi penentu permainan.

Lebih spesifik yakni penguasaan basis-basis ekonomi dan legal politis (negara dan hukum) yang menjadi ciri bangunan pemilu.

Tentu saja, sistem represi dan dominasi kelas akan sangat bercampur dalam hajat lima tahunan tersebut.

Proses pengawasan dari TPS sampai Pusat sudah, terstruktur, terorganisir dan sangat ketat dan berlapis, akan sangat sulit melakukan hal-hal yang dapat menciderai semangat demokrasi dan reformasi.

Oleh karena itu, sebagai langkah pencegahan, perlu diatur lagi penyediaan sumber daya penyelenggara dapat bekerja maksimal dan optimal, yakni didukung kesehatan fisik, mental yang prima lebih diperioritaskan.

Tentu dengan penghormatan yang layak pula bagi teman-teman penyelenggara yaitu: KPU dan jajaran sampai tingkatan KPPS, Bawaslu dan jajaran di bawahnya sampai tingkat PTPS serta, DKPP RI. (*)
Lebih baru Lebih lama